Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PCOS Survivor dan Oligoteratozoospermia yang berhasil memiliki buah hati dengan program bayi tabung setelah 8 tahun pernikahan

Pandangan Saya menatap langit lepas tak bertepi. Menyapa gugusan awan yang bergradasi warna seiring burung besi yang menambah ketinggiannya. Hingga semua menjadi putih, putih yang harus dilalui pesawat ini agar mencapai tujuannya. Demikian juga Saya, yang tengah melalui titian jalan yang entah bagaimana kelak muaranya. Saya hanya ingin memiliki buah hati.



Entah ini sudah keberapa kalinya, Kami menuruti saran orang tua dan mertua untuk melakukan upaya alternatif untuk hamil. Satu bulan lamanya pulang kampung, setiap hari dipijat dan minum ramuan herbal yang rasanya aneh, pahit, getir, asam.

Saat Saya dan suami berkumpul bersama teman yang memiliki anak kecil, lalu suami mengajak anak itu bermain, rasanya hati ini tersayat. Atau saat kami pulang kampung ke tempat suami, ada Saudara sekampung yang mengatakan bahwa Saya seperti laki-laki, walau dalam nada bercanda tetapi hati ini pilu mendengarnya. Saya tertawa menanggapinya tetapi dalam hati menangis, sebab itu dikatakan pastilah karena Saya belum memiliki anak. Ada orang yang menuduh kami belum ingin memiliki anak dan mengatakan kami memakai alat KB, padahal tidak. Sama sekali aku tidak mengerti mengenai alat kontrasepsi.



Kami menikah bulan Juli tahun 2010. Satu tahun setelah itu, kami memeriksakan diri ke sebuah rumah sakit swasta tidak jauh dari rumah.  Semua dokter kandungan yang praktek di sana kami datangi, semua sarannya kami ikuti. Begitu terus selama 5 tahun lamanya. Tapi belum ada hasil yang kami harapkan.

Tahun 2015, suami berbincang-bincang dengan mas Widi, temannya yang dikenal di dunia maya. Mas Widi bercerita kalau dia punya teman yang sudah lama tidak punya anak, tetapi sekarang sudah punya anak setelah berobat ke Klinik Morula IVF Jakarta di Menteng. Dengan antusias, kami mendatangi Klinik Morula, kami ditangani oleh dokter yang sama dengan teman yang berhasil memiliki anak itu. Dokter menyarankan kami untuk Inseminasi. Kami setuju. Tapi belum berhasil.

Bulan September 2016, Saya menghubungi Morula melalui telepon. 

"Siapa dokter paling senior di Morula ?" Tanya Saya.

Petugas menjawab "Dokter Indra Nurzam Chalik Anwar, Sp.OG" 

Saya ingin ditangani oleh dokter senior. Asumsinya, dokter ini pastilah memiliki pengalaman yang banyak dalam menghadapi pasangan yang belum memiliki anak seperti kami. Ternyata, bayi tabung pertama di Klinik Morula IVF Jakarta, lahir melalui tangan dingin dokter Indra.




Saat bertemu Dokter Indra, Kami mendapat penjelasan banyak mengenai kesuburan yang tidak pernah kami dapatkan dari dokter-dokter yang kami temui sebelumnya. Saya datang pada hari kedua haid, Dokter Indra melakukan pemeriksaan secara menyeluruh antara lain USG transvaginal, Analisa sperma dan pemeriksaan hormon suami istri. Dokter Indra juga melakukan evaluasi terhadap penyebab kegagalan inseminasi kami dan penyebab kami infertil (tidak subur) pada tahun keenam pernikahan. Dari hasil pemeriksaan itu, tegaklah sebuah diagnosa bahwa saya PCOS (Polycystic Ovarian Syndrome)  dan suami OAT (Oligo Astheno Teratozoospermia). Dokter Indra memberi penjelasan yang sangat cerdas dan mendetail, beliau juga sangat ramah, semua pertanyaan kita dijawab dengan lengkap. Sehingga kami paham apa yang kami harus lakukan. Menurutku, ini penting, karena tindakan dalam upaya kesuburan merupakan tindakan yang mahal, sarat dengan kekecewaan. Tapi upaya ini harus ditempuh.

Dokter Indra menyarankan untuk bayi tabung. Kami setuju.

Saat program IVF, didapat empat embrio. Saat itu tidak dilakukan PGTA (Preimplantation Genetic Testing for Aneuploidy). Dokter Indra menyarankan satu embrio dimasukan ke dalam rahim. tapi gagal karena kromosom kemungkinan kromosom tidak baik. kemudian kami istrirahat selama dua bulan, lalu mencoba lagi memasukan embrio yang kedua yang dibekukan, gagal. Rehat lagi dua bulan. Kami mencoba lagi memasukan embri yang ketiga yang dibekukan, lagi-lagi gagal. Dokter Indra menyarankan untuk dilakukan Histeroskopi sebagai upaya untuk mengevaluasi penyebab kegagalan berulang pada transfer embrio dan untuk menaikan peluang hamil.



Dokter Indra selalu mendiskusikan rencana kerjanya pada kami. Termasuk cara yang akan ditempuh pada transfer embrio keempat. Ini adalah embrio terakhir yang kami miliki dalam penyimpanan. Diskusi ini memantik semangat dan membuat kami optimis. Kali ini, dokter Indra akan melakukan dengan cara natural cycle. Ada dua cara transfer embrio beku untuk menentukan waktu yang tepat untuk embrio tersebut dimasukan kedalam rahim. salah satunya adalah natural cycle (cara alami) yaitu harus ada sel telur yang tumbuh secara alami yang bisa dipantau dengan USG dan pengecekan hormon estradiol, progesterone dan LH yang dicek secara berkala untuk menentukan kapan terjadi ovulasi. Waktu itu, Saya diambil darah setiap empat hari sekali. Setelah bisa ditentukan perkiraan waktu ovulasi, baru bisa tentukan kapan waktu yang tepat untuk transfer embrio sesuai usia embrio yang disimpan. 

Puji Tuhan, ikhtiar kali ini berhasil. Saya hamil untuk pertama kalinya seumur hidup. Bahagia rasanya merasakan ada janin yang tumbuh di dalam kandungan saya. Saya sungguh menikmati detik demi detik pertumbuhannya. Saya sempat mengalami flek pada minggu ke tujuh dan pada bulan ketujuh. Saya disarankan bedrest total selama satu minggu dan disuntik obat penguat rahim oleh Suster yang datang ke rumah secara berkala. Kemudian bayi perempuan itu lahir pada tanggal 23 Mei 2018, setelah pernikahan kami menginjak tahun ke-8.




Anugrah terindah itu kami beri nama Ribka Manuela Pandiangan. Ribka tumbuh sehat menjadi gadis kecil yang manis dan menyenangkan hati kami orangtuanya. Saat ini, kami tengah berjuang kembali dalam mendapatkan buah hati kedua yang akan menjadi adik Ribka.

Terimakasih saya untuk dokter Indra, Perawat dan segenap staf klinik Morula IVF Jakarta. Pesan Saya untuk para pejuang buah hati, tetaplah berdoa, tetaplah berusaha, siapkan niat, siapkan hati untuk apapun nanti hasil dari usaha yang telah dilakukan, terus buka diri untuk mempelajari kesuburan dan teknologinya dan siapkan biaya (kalau saya, giat tanya promo ke Morula).

Salam dua garis biru,

Seven Eva Marbun- Tumbur Pandiangan – Ribka Manuela Pandiangan.




Posting Komentar untuk "PCOS Survivor dan Oligoteratozoospermia yang berhasil memiliki buah hati dengan program bayi tabung setelah 8 tahun pernikahan"