Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Anak rusak

#Anakrusak 

Setiap kami pulang dari Kampung, ada-ada saja diskusi yang terjadi dalam perjalanan pulang. Biasanya, mengenai apa yang Papinya Hanim lihat. seperti kemarin...

"Apa yang menyebabkan anak-anak Mama kamu tidak terjerumus ke dalam prostitusi dan narkoba ?" Tanya Papinya Hanim sebagai pembuka diskusi kami. Menurut Papinya Hanim, secara teori harusnya kami anak-anak rusak. Besar di lingkungan marginal dimana nilai moral abu-abu dan keluarga broken home. Mama yang sibuk cari uang dan kami tidak dibesarkan dengan perhatian dan kasih sayang, demikian kesimpulan Papinya Hanim. 

Pertanyaan cerdas dan kritis. Tidak sulit menjawab ini, walau tidak juga mudah menjelaskannya. 

"Mama juga punya hak dan kesempatan untuk pergi dan tidak peduli pada kami, Pi. Tapi Mama memilih merawat dan memperjuangkan ketiga anaknya. Kami kecil menangkap itu sebagai cara mama mencintai dan menyayangi kami diantara keras dan disiplinnya Mama. Hal ini yang kemudian membuat kami berpikir, setidaknya kalau belum bisa membuat mama bahagia, mbok ya kami jangan menambah beban hidupnya" jawabku

"Tidak sampai hati membayangkan ada anak kecil yang orang tuanya bercerai hidup dititipkan di lingkungan begitu, seperti dipaksa menjadi dewasa. Kalian sungguh anti thesis" kata papinya Hanim sambil mengela nafas berat

...ira mah aderan gah anake wong ora duwe, langka bapane. Aja keakehan polah. Mantak disengiti uwong. Belajar bae sing bener, ambir molahe beli payah. Kerja sing bener, sing jujur toli duwe duwit dewek" kalimat ini sabda almh emak, muncul dibenak nisa selayaknya mantra jika ada ditepi jurang.

Siang yang teduh di Bekasi, 13 Oktober 2020

Posting Komentar untuk "Anak rusak"