Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Seperak yang mungkin tak berarti banyak





Kuncup kecil berada di pengasuhan Almh Neneknya, di Kampung. Ibunya yang janda harus mengais rejeki di ibukota. Kuncup memanggilnya Emak. jaman itu, Emak dagang makanan yang dijajakan keliling. Kuncup bantu Emak jualan. kenangan itu melekat dalam ingatan sepanjang masa. Klo ada yang memberi uang kembalian, kuncup senang sekali. Sampai sekarang, kuncup lebih prefer beli sama pedagang kecil...pedagang keliling, apalagi yang jual sudah sepuh / anak kecil. Kuncup berusaha tidak menawar dan mengikhlaskan uang kembalian. Kuncup seperti adiksi melihat senyum syukur orang-orang kecil. 

Ada seorang nenek yang lewat di rumah kuncup sekitaran ashar. Rupa-rupa dagangannya. yang kuncup suka, kerupuk di campur sambal kacang. kadang kuncup minta tambah aneka sayuran, lontong atau gorengan. Setelah Covid, Kuncup enggak berani melakukannya lagi. 

Beberapa sore lalu, Nenek itu datang ke rumah. mengantarkan kudapan yang biasa kuncup beli. Khadimat bilang, Dia ngotot ingin ketemu Kuncup. 

"Ibu maaf, saya enggak beli" tolak kuncup sopan

"Enggak neng, ini buat eneng" katanya di balik gerbang. 

"Loh kenapa?" Tanya kuncup kaget

"Dulu saya jualan punya orang, neng. sekarang jualan punya sendiri dari ngumpulin kembalian yang eneng kasih. Saya mau bilang makasih. Tiap saya ke sini, gerbang eneng selau nutup" katanya drngan suara parau

Kenangan itu berkelebat, kuncup kecil jalan kaki membawa sebagian dagangan membuntuti emak yang juga membawa beban, menyusuri jalan desa menjajakan dagangan. berharap kemurahan rejeki dalam tiap jengkal langkah mereka

"Apa eneng sehat ?" Tanya nenek penjual

"Oooh alhamdullilah saya sehat, nek" jawab kuncup tergagap

"Semoga eneng dan keluarga sehat, murah rejekinya" tambah nenek penjual, ada isak di sana. 

Amin yra

Posting Komentar untuk "Seperak yang mungkin tak berarti banyak"