Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Aku membunuhnya (kisah nyata)




Pengakuan sang pembunuh

Pengakuan ini belum pernah di publish sebelumnya, hingga detik ini, kasusnya masih gelap. Jangan bilang siapa-siapa yaaaa, janji.....apalagi lapor ke polisi. Ngeri masuk penjara 😞 

Kuncup yang tinggal bersama nenek dan kakeknya mendapat tugas menggembala kambing. Biasanya, kuncup membawa kambing-kambing milik orang yang dititip pada kakek dan neneknya dengan sistem bagi hasil itu ke sumber rumput di persawahan. Selagi kambing-kambingnya memakan rumput, Kuncup mengambil rumput untuk persediaan pangan di rumah, menggunakan arit. Mengarit, demikian orang menyebutnya. Rumpu-rumput itu di tempatkan dalam sebuah karung yang kemudian digendong di belakang tubuh kecilnya menggunakan jarit. 

Setelah selesai mengarit, biasanya kuncup mengisi waktu dengan membaca koran bekas atau membuka buku pelajaran. Sekedar membaca materi yang akan dipelajari besok atau mengerjakan PR. 

Membawa pulang kambing-kambing merupakan tanyangan sendiri bagi anak gembala manapun. Apalagi ada sekawanan angsa yang agresif menjulurkan lehernya sambil mengejar apapun objek di hadapannya, dengan posisi paruh siap mematuk. Suatu hari, Ada kambing yang terkena patuknya, yang mengakibatkan luka. Kuncup membayangkan kalau kulitnya yang terkoyak akibat keganasan kawanan angsa, pasti perih tak terkira. 

Saat menghalau Kambingnya dari kejaran Angsa, binatang ganas itu malah mengejar Kuncup. tidak hanya satu, tapi kini sekawanan itu seakan memburu Kuncup yang lari tunggang langgang hingga ke bibir sungai. pilihan kuncup hanya dua, menceburkan diri ke sungai berarus deras dengan resiko tenggelam dan kehilangan kambing-kambingnya atau menghadapi apapun yang ada di hadapannya. Kuncup memilih yang kedua. Kuncup melangkah maju, mencabut satu-satunya senjata yang dia miliki. Celurit, yang sejatinya digunakan untuk menyabit rumput. Saat salah satu leher Angsa berada tepat dalam jangkauan tangannya yang memegang celurit, lalu.... Cres ! Seketika leher Angsa berpisah dari tubuhnya. Darah segar membasahi tubuh Kuncup dan tanah di sekitarnya, disaksikan kawanan angsa yang kehilangan sekutunya. Angsa-angsa itu berbalik, lari menjauhi Kuncup. 

Dengan nafas yang masih tersegal. Kuncup membawa pulang kambing-kambingnya. Keesokan harinya saat Kuncup hendak berangkat sekolah, dia bertemu dengan Bapak-bapak yang baru pulang mencari kodok dan belut, kuncup mencuri dengar kalau mereka baru saja berpesta daging angsa bakar yang tergeletak di sawah, dekat sungai. 
Dua hari kemudian, Kuncup bertemu dengan seorang Nenek tetangganya, yang belakangan diketahui pemilik Angsa-angsa itu. Nenek itu duduk murung di galengan (jalan setapak) sawah, mencari seekor Angsanya yang tidak pulang sejak dua malam lalu. 

...Kuncup diam saja, tapi hatinya berkata, Aku hanya membeladiri.

Belajar dari pengalaman ini, Kuncup tidak pernah lari, sebesar apapun masalah yang ada, dia selalu menghadapinya. Menjadikan Kuncup pemberaninyang berhitung risiko dengan rasionalitas penuh. Kuncup hanya takut dengan dirinya sendiri dan Tuhan.

Posting Komentar untuk "Aku membunuhnya (kisah nyata)"