Kisah Sukses Program Bayi Tabung bersama dr. Indra Nurzam Chalik Anwar, Sp.OG by Lyssia Tania
Putri kembar kami, Jessica dan Jennica adalah buah
perjuangan panjang saya bersama suami, Sutanto Putranto untuk meraih impian
memiliki buah hati. Selama 11 tahun, saya dan suami mencoba berbagai jalan
untuk bisa memiliki anak.
Saya sudah mulai merasakan keresahan atas ketidakhadiran buah hati ini,
bahkan sejak perkawinan kami baru memasuki tahun kedua.
Upaya mencapai kehamilan ini membuat saya berkelana
dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya. Sudah tak terhitung klinik dan
rumah sakit yang saya datangi. Bila ada informasi yang menyebutkan bahwa ada
dokter kandungan bereputasi bagus atas keberhasilannya membuat pasangan
mencapai kehamilan, akan segera saya temui. Untuk upaya ini memang saya yang
lebih intensif mencari informasi dan datang kesana. Suami saya mendukung usaha mencari jalan
untuk mencapai kehamilan ini. kehamilan ini. Tetapi, karena kesibukan, tentu
waktunya lebih sedikit untuk mendampingi saya dalam usaha ini.
Selain konsultasi dengan dokter, saya juga menjalani
berbagai pemeriksaan kesuburan. Berbagai hal diperiksa. Seperti pemeriksaan
darah lengkap, hormon hingga laparoskopi untuk meneropong kesehatan rahim saya.
Disamping usaha medis, upaya pengobatan alternatif juga saya lakukan.
Pengobatan sinshe, konsumsi obat herbal hingga terapi doa, saya jalani
semuanya. Namun hasilnya nihil. Kehamilan itu tak pernah terjadi.
Kenyataan ini cukup mengherankan, sekaligus membuat
penasaran. Saya dari keluarga besar. Saya memiliki tiga saudara kandung. Suami
juga memiliki dua saudara kandung. Meski demikian, baik dari pihak saya dan
suami, Dokter dan berbagai pemeriksaan medis menyatakan bahwa kami tidak
memiliki masalah ketidsak suburan atau infertilitas. Kami berdua dinyatakan
sehat, subur dan sama sekali tidak memiliki masalah maupun hambatan untuk mempunyai
anak. Keadaan yang dialami saya dan suami ini disebut sebagai kasus unexplained factor. Dan para dokter yang
kami temuipun berkeyakinan bahwa kami bisa memiliki anak dengan program
kehamilan alami.
Karena penasaranm saya dan suami sempat memeriksakan
diri ke sebuah rumah sakit di Malaysia yang disebut-sebut memiliki reputasi
bagus dalam mewujudkan program kehamilan. Ternyata, dokter dirumah sakit
itupun, mengeluarkan pernyataan yang sama. Mereka menegaskan, secara medis, baik
saya dan suami sehat dan tidak memiliki hambatan apapun untuk memiliki anak.
Mereka juga menyatakan bahwa kami bisa memiliki anak dengan program kehamilan
alami.
Namun, di tahun 2011, saat itu usia saya sudah
menginjak 38 tahun, saya mengajak suami untuk menjalani program Intro Vitro Fertilization
(IVF) atau yang banyak orang lebih mengenalnya
sebagai program bayi tabung. Usia yang sebentar lagi berkepala angka 4
membuat saya bertekad mencoba program ini. Rajinnya saya melakukan pemeriksaan
kesehatan dan menggali informasi untuk kehamilan membuat saya mengetahui bahwa
masa kesuburan seorang wanita memiliki batas. Sebenarnya, pada usia 38 tahun
itu kesuburan saya juga sudah jauh
berkurang jika dibandingkan saat saya memulai program bayi tabung ini sejak
usia 30-an awal. Selain itu, saya bertekad untuk ikut IVF karena keyakinan saya
untuk terjadinya kehamilan alamipun kian
menipis.
Upaya ini awalnya tidak serta merta disambut baik
suami. Suami mengkhawatirkan diri saya jika seandainya program IVF ini gagal. Memang,
pada tahun ke-5 pernikahan, kami sempat mencoba program inseminasi. Tapi gagal.
Kehamilan tidak terjadi. Kegagalan ini membuat saya down dan trauma. Sehingga saya
tidak berani mencoba inseminasi kedua. Tak hanya itu, saya sempat menarik diri
untuk pengobatan hampir selama 2 tahun.
Kejatuhan psikologis saya akibat inseminasi itu
membuat suami tak berani langsung menuruti keinginan saya untuk IVF. Suami
sangat khawatir jika program IVF ini gagal, akan menimbulkan kekecewaan saya semakin
dalam. Terlebih, IVF boleh dibilang
merupakan program tercanggih untuk mencapai kehamilan “inseminasi gagal aja, kamu udah down. Apalagi kalo bayi tabung yang
gagal” ujar suami. Suamipun khawatir, jika IVF gagal, saya akan penasaran
seperti waktu inseminasi. Sehingga menjalankan berbagai program pemeriksaan yang
akhirnya mengakibatkan beberapa bagian ditangan saya menjadi memar dan bengkak.
Akhirnya, pada tahun 2011 saya dan suami mengambil
keputusan untuk mengikuti program IVF. Saya mengungkapkan kepada suami mengenai
kesiapan diri saya secara mental. Saya pasrah terhadap apapu hasilnya. Jika gagal,
mungkin, memang sudah takdir saya untuk tidak memiliki buah hati.
Tanggal 25 April 2011, saya menemui dr. Indra Nurzam Chalik Anwar, Sp.OG,
dokter kebidanan dan kandungan di Bunda Internasional Clinic (BIC) di bilangan
pusat Jakarta. Pada kunjungan pertama ini, saya langsung membawa sebundel hasil
pemeriksaan saya. Baik dari pihak dokter Indonesia maupun di luar negri. Dokter
Indra mendukung keputusan ini. Hari itu juga, saya menjalani proses administrai
dan konseling untuk program bayi tabung.
Masa konseling adalah masa setelah selesai menstruasi.
Ini memang waktu yang tepat untuk memulai program IVF. Hasil pemeriksaan yang
diperlukan juga sudah lengkap, seperti pemeriksaan darah lengkap, hasil
laparoskopi, kondisi fisik dan pemeriksaan penyakit penggangu kesuburan. Syukurlah,
saya sama sekali tidak menderita penyakit pengganggu kesuburan. Seperti rubella,
toskoplasma, kista maupun miomia.
Karena itu, diawal mai saya sudah bisa memulai tahap awal
IVF, yaitu proses penyutinkan (Injektion). Proses ini bertujuan untuk
merangsang pertumbuhan folikel (didalamnya terdapat sel telur) di indung telur
agar tumbuh lebuh dari satu (minimal 3, idealnya 8-10) dengan memakai obat-obat
hormonal oral maupun injeksi atau kombinasi keduanya.
Saya mengambil program IVF dengan short protocol. Berlangsung kurang lebih dua minggu untuk melakukan
perangsangan pertumbughan telur. Untuk promram ini, saya menjalani penyuntikan
selama 9 hari (2-9 mai 2011). Penyuntikan harus dilakukan pada jam yang sama. Pada
setiap harinya. Karena jarakl rumah jauh dari BIC, akhirnya suami yang
sebetulnya “alergi” disuntik apalagi menyuntik bertekad membuang ketakutannya
dan membantu saya untuk melakukan penyuntikan.
Selama masa penyuntikan ini juga dilakukan pemantauan
untuk menilai respon indung telur terhadap rangsangan dengan obat-obatan
hormonal sekaligus untuk menentukan saat pengambilan sel telur / Ovum pickup. Pemantauan ini antara lain
dilakukan dengan pemeriksaan USG dan pemeriksaan darah.
Dihari ke 13 (13 mai 2011), saya menjalani ovum pickup (OPU) atau pengambilan sel
telur. Untuk ini, OPU saya dibius. Lalu, telur diambil dirahim dengan memakai
jarium khusus dipandu USG secara transvaginal. Saya memiliki 7 telur matang. Jumlah
ini tergolong sedikit. Meski demikian, setelah disatukan dengan sel sperma
suami dalam medium kultur khusus, saya dan suami berhasil mendapatkan 3 embrio
untuk ditransfer dengan dua katagori excelent
dan satu very good.
Tiga hari kemudian (16 mai 2011) dilakukan proses
transfer Embrio kedalam rahim. Proses ini sama sekali tidak menyakitkan dan
tidak memerlukan pembiusan. Hanya seperti pemeriksaan papsmear. Namun, dua
minggu setelah Embrio Transfer (ET)
merupakan hari-hari yang paling meresahkan. Puji tuhan, saya positif hamil. Saya
ingat hari itu tanggal 30 mai 2013. Bukan hanya satu, dari tiga embio itu,
berkembang dua janin. Senang sekali rasanya, meski hamil kembar memang ada
resiko tersendiri.
Resiko bayi kembar adalah resiko yang memang harus
siap dihadapi pasangan yang mengikuti program IVF. Karena, embrio yang
ditanamkan kedalam rahim sangat jarang hanya satu embrio. Mengingat resiko
embrio tidak bertumbuh menjadi janin. Terlebih bila usia calon ibu sudah diatas
35 tahun. Biasanya embrio yang ditanamkan dua atau tiga embrio.
Hamil bayi kembar memang cukup membuat saya kepayahan.
Berat badan naik hingga 22 kg ! duh, perut saya membesar seperti genderang. Untungnya,
saya tergolong sehat dan kuat semasa kehamilan. Saya hanya sekali mengalami
mual. Makanpun tidak ada masalah. Semasa kehamilan, tidak ada yang berbeda soal
penjagaan kesehatan antara ibu dengan program IVF. Dan ibu dengan kehamilan
normal. Hanya mungkin, saya diberikan vitamin lebih banyak untuk menguatkan
kesehatan semasa kehamilan. Sayapun diminta membatasi gerak dan jangan sampai
terlalu leha. Selain itu, selama kehamilan, dengan inisiatif sendiri saya
memilih untuk tidak megemudi. Saya khawatir mengalami benturan pada bagian
perut ketika terjadi pengereman pada kendaraan secara mendadak.
Sejak awal kehamilan, saya telah disarankan untuk
melahirkan dengan oprasi caesar. Hal ini
karena bentuk pinggul saya sempit. Sehingga akan menyulitkan bila melahirkan
normal, apalagi dengan anak kembar. Namun, untuk sc ini dr. Indra menyarankan
saya menunggu usia kehamilan sedikitnya 34 minggu agar usia anak saya tidak
terlalu muda.
Meski cukup kepayahan karena bobot tubuh yang semakin
meningkat, akhirnya saya malah bisa mempertahankan kandungan hingga 35 minggu. Tanggal
28 desember 2011 duo kembar cantikpun lahir, si kembar yang hanya berbedea dua
menity proses kelahirnya. Rasa bahagia dan syukur kepada tuhan yang tak terkira
tentunya melingkupi kami sekeluarga. Kami
juga mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada dr. Indra yang telah
memberikan perhatian yang begitu besar dan sangat membantu kami untuk mensukseskan
jalan memiliki anak ini.
Kini usia anak kami sudah 2 tahun (pada 2013). Mereka sudah
memasuki kelas bermain. Dua kembar ini lincah dan lucu menggemaskan. Mereka membuat
kehidupan saya bersama suami semakin semarak. Penantian 11 tahun sungguh
merupakan ujian kesabaran yang berujung sangat membahagiakan bagi keluarga
kami. Terimakasih Tuhan...
“LEBIH
DINI JAUH LEBIH BAIK”
Mendapatkan buah hati pada beberapa pasangan bukan
jalan yang mudah. Berikut beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan masukan sebagai wanita yang sempat mengalami
kesulitan untuk hamil;
1. Menggali
informasi dari satu dokter ke dokter lain boleh saja. Tapi, jangan cepat-cepat
berpindah. Tunggulah hingga beberapa kali terapi dan memiliki kejelasan tentang
masalah dari ketidakhamilan anda.
2.
Pilihlah dokter yang membuat anda
nyaman dan dapat berkomunikasi dengan baik juga dokter ini memerhatikan
perkembangan terapi anda. Cara pengetahuannya mudah, dokter yang memperhatikan mu
tidak akan mengajukan pertanyaan semacam ini ; “Waktu pertemuan terakhir kapan ya ?” atau “Terakhir, ibu diberikan
terapi apa oleh saya” atau “Apakah obat yang saya berikan kepada ibu?”
3. Selalu
dokumentasikan hasil terapi dan pemeriksaan anda. Pertama, hal ini untuk mengetahui perkembangan terapi anda serta
tingkat keberhasilan terapi yang dilakukan. Kedua, jika berpindah dokter, anda tidak harus mengulang
pemeriksaan yang sama. Pemeriksaan berulang untuk hal yang sama ini selain
menguras biaya, juga menguras waktu dan energi anda.
4. Beberapa
opsi atau pilihan untuk terapi kesuburan harus dibicarakan dengan suami,
termasuk resiko dan biayanya agar jangan sampai terapi terhenti ditengah jalan
gara-gara hal ini.
5. Jika
waktu bisa diputar opsi bayi tabung, mungkin, saya ambil lebih dini. Tidak menunggu
hingga usia saya sudah mendekati kepala angka 4. Karena semakin dini dilakukan,
tingkat keberhasilannya semakin tinggi.
6. Saya
memang sempat berobat untuk mendapatkan kehamilan ini hingga keluar negri. Tapi,
ketika saya ikut program bayi tabung, saya memilih didalam negri. Karena ;
-
Program bayi tabung di Indonesia memiliki
angka keberhasilan sama tingginya juga seperti diluar negri.
-
Program bayi tabung membutuhkan waktu yang
cukup lama. Jika dilakukan diluar negri, tentunya akan memakan biaya tambahan
yang tidak sedikit. Setidaknya untuk transportasi, akomodasi dan makan.
-
Program bayi tabung diluar negri juga
membuat anda kesuliutan mendapatkan bala
bantuan, misalnya untuk membuat makanan atau mencuci dan menyetrika. Terlebih,
jika anda merupakan seseorang yang selama ini cukup tergantung pada bantuan asisten rumah tangga. Akhirnta akan
menjadi stres yang berakibat tidak baik untuk program bayi tabung anda.
Created by. NAnisa
Bekasi 14 Agustus 2018
Dok, membaca tulisan ini seolah membaca pengalaman Dokter sendiri. Ternyata panjang dan berliku pengalamannya. Terima kasih sharingnya, Dok.
BalasHapus