Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengalaman Menggunakan Laparoskopi pada Kasus Usus Buntu Kronik

Sebenernya, Nis merasakan nyeri di area perut dekat pinggang sebelah kanan sejak 3 tahun yang lalu. Tapi memasuki akhir febuari 2018, Nis merasa nyerinya makin sering dan lama. Hal ini bikin mood naik turun dan was-was terus :( apalagi klo momennya pas jauh dari rumah atau lagi sama anak-anak. Ganggu banget. Yang ditakutin sama banyak pasien penderita usus buntu adalah pecahnya usus buntu. weleh, kalau udah gitu, nyawa taruhannya. dan harus laparatomi eksploration. oprasinya "buka perut" :(



Akhirnya, Nis mutusin buat perika ke Dokter penyakit dalam disebuah Rumah sakit swasta, beliau mengatakan Nis menderita usus buntu kronis dan harus oprasi secepat mungkin (harus masuk rumah sakit saat itu juga dan diperiksa oleh dokter spesialis bedah digestive). Nis tau, Nis menderita usus buntu. Tapi Nis mau penegakan diagnosa yang dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang. Bukan apa-apa, ini urusannya sama oprasi yang buat sebagian orang perkaranya sama kayak hidup dan mati (cemen ya, padahal latar belakang pendidikannya juga medis hahaha).

Second opinion Nis cari di Rumahsakit swasta deket rumah. Rumahsakit Awal Bros Kayuringin Bekasi. Nis ketemu dengan dr Karta - Beliau ini dokter penyakit dalam langganan ku yang well edukated dan bisa dibilang, paling tau apa yang Nis mau. Diagnosa yang beliau tegakan sama Usus buntu kronik. Beliau menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang (seperti foto usus buntu, foto pinggang dan cek lab). beliau menyarankan untuk dilakukan tindakan laparoskopi dengan dr. Fajar - Bedah Digestive.



Berikutnya, Nis berkonsultasi dengan dr Fajar atas rujukan dr Karta. dr. Fajar menyarankan untuk oprasi dengan metode Laparoskopi. Oprasi minimal invasive tapi maksimun biayanya hehehe...Krena lukanya kecil, maka pendarahannya sedikit dan cepat sembuhnya :) beliau mengatakan, oprasinya enggak usah buru-buru. Nis bebas menentukan kapan waktunya. Setelah dipikir dan diatur jadwal kegiatan, akhirnya Nis memutuskan untuk masuk Rumahsakit Awal Bros tanggal 19 Maret. Selama menunggu hari H, Nis diberikan antibiotik. dan tidak boleh meminum obat anti nyeri.

Dari terakhir ketemu dr Fajar diakhir Feb enggak pernah kambuh lagi. Tapi pas hari Senin, 19 Maret 2018 setelah isya. Pas banget perut daerah mc burney lagi nyeri-nyerinya. Jalan sakit, bergerak nyerinya minta ampun, Nis masuk Rumahsakit Awal Bros. Asuransi FWD kantor memberikan Nis kelas 1A diruang Chrishant di lantai 5. Malam itu, dilakukan pemeriksaan persiapan oprasi sambil ngerasain nyeri perut hebat. Pmeriksaan yang dimaksud adalah cek lab, foto dada, EKG (rekam jantung), pengecekan apakah nis ada gangguan pembekuan darah dan pengecekan dibawah kulit untuk mengetahui apakah ada resistensi terhadap antibiotik yang akan digunakan. Nis juga diwajibkan puasa sejak jam 11 malam.


Selasa, 20 Maret 2018 Jam 5.30 Nis diwajibkan mandi atau lap dengan anti septik khusus. Dan jam 6 pagi Nis sudah dimasukan keruang oprasi dilantai 3. Disini, Nis ketemu dengan dr Kuncoro Spesialis Anastesi yang menenangkan dan menjelaskan rencana kerjanya. Pengerjaan laparoskopi akan memakan waktu sekitar 20 menit oleh dr Fajar yang memiliki jam terbang tinggi dan Nis disuntik dua kali. suntikan dijalur infus. Yang pertama untuk relaksasi - mau disuntiknya udah mual karena stres :( dan suntikan kedua yang membuat ku "hilang". Nis sadar sekitar jam 8. dr Dharma adalah sahabat Nis, Orang pertama yang Nis liat pertama kali ketika Nis sadar. Waktu itu, pertanyaan Nis adalah "Udah selesaikah oprasinya?" dan dijawab oleh dr Dharma "sudah, satu jam yang lalu" dr. Dharma adalah Orang yang menjaga dan menunggui Nis sdari awal Nis masuk Rumahsakit sampai selesai oprasi. teman nis berdiskusi segala kegalauan, trims ya dok, atas kesabarannya :)



Tadaaaaaaaa, Ini adalah usus buntu yang dibuang. Pink itu menandakan dia sedang meradang. pantesan sakit :( Gambar ini diambil oleh dr. Dharma. Sesaat setelah Nis selesai oprasi. Nis belum sadar waktu itu. Jam 9 Nis kembali ke ruang perawatan. yang Nis rasakan setelah oprasi adalah nyeri disekitaran leher dan pundak, duduk yang tidak nyaman, tidur harus dengan posisi duduk bersandar. Karena kalau miring atau berbaring lurus, rasanya nyeri luar biasa dan sesak nafas :( Nis juga hanya diijinkan minum air putih sampai ada pergerakan perut. Nis baru boleh makan sekitar jam 4 sore. Itupun hanya bubur sumsum yang harus dibarengi dengan Odansentron injeksi. Kalau tidak, pasti keluar lagi :(

Setelah oprasi, pasien diwajibkan segera mobilisasi (turun dari tempat tidur untuk aktifitas toilet misalnya) guna mencegah perlengketan.

Untuk nyeri sendinya, Nis tempelin pakai koyo hangat. Pokoknya, sepanjang hari selasa ini, menyiksa banget :( Nis cuma bisa istighfar...Semoga Allah menjadikan sakit ini sebagai penggugur dosa-dosa Nisa, Amin yra...Oh iya, Laparoskopi ini juga bisa ngintip orgam tubuh kita yang lainnya loh, kayak gini nih...


Kalau Mama bilang, udah kayak jeroan sapi, hehehe...

Rabu, 21 Maret 2018 udah boleh pulang. Nis dibawakan obat antibiotik, obat anti nyeri dan obat anti mual. Diwajibkan untuk menjaga luka oprasinya agar tetap kering. Selama dirumah, Nis enggak berani mandi. lukanya dilapisi semacam plastik bening gitu, tapi tetep aja takut buat mandi. jadi cuma berani lap. pelan-pelan, tidur diberaniin miring ke kanan dan kiri- itupun pas ganti posisi masih nyeri, kalau baring lurus masih terasa sesak nafas dan rasanya seluruh organ dalam "naik" keatas. jalan pulang dari Rumahsakit kerumah, yang jaraknya tidak sampai 3 km, kalau kena polisi tidur, beuuuh, rasanya MANTAP (baca ; nyeri banget)

Senin, 26 Maret 2018 Nis kontrol luka oprasinya. Alhamdullilah, lukanya bagus, udah kering. kasanya udah dilepas. lukanya menyerupai garis hitam sepanjang 3-5 cm di sepanjang bikini line. jadi tidak terlihat kalau mau pakai baju terbuka di area perut. dr. Fajar tidak lagi membawakan obat.

Besok malamnya, Nis udah berani bawa NMax dari Bekasi ke Pejaten buat diskusi mengenai Sejarah Sultan Agung di Kedai Beto. Alhamdullilah gpp. luka diatas kulit sih udah kering. tapi enggak tau luka dalamnya. jadi, yaaa hati-hati aja...

Samapai tulisan ini diturunkan, Jumat, 30 Maret 2018, sesekali, kalau tidur miring masih terasa perih. oh iya, sampai minggu ini, Nis belum berani tidur tengkurap ya...masih nyeri :) kalau nyeri, paling Nis minum paracetamol persediaan dirumah aja. Enggak ada pantang makan. cuma lebih hati-hati aja. sekarang jadi lebih banyak minum air putih dan sayur buah enggak pernah lupa tiap hari. belum berani angkat yang berat-berat dulu. yang sedih, enggak bisa uwel-uwelan sama 3F karena takut pas bercanda mereka tidak sengaja mengenai perut. Alahamdullilahnya 3F anak-anak yang mengerti keadaan.

Berapa sih, Biaya Laparoskopi ?
Biayanya hampir 48 Juta Rupiah untuk kelas 1A (satu ruangan terdiri dari dua orang pasien) di Rumahsakit Awal Bros Kayuringin Bekasi.

Terimakasih untuk Asuransi FWD, PT. Indonesia Epson Industri,  Perawat Chrisant lantai 5 dan Perawat OK yang super sabar menghadapi Nisa, Dokter jaga bangsal, dr. Fajar Firsyada, Sp.B- KBD, yang skillnya keren dan easy going. dr. Kartariadi Gandadinata, Sp.PD, yang well educated dan menenangkan. Anastesiolog yang informatif sekali, dr.Kuncoro, Sp.An dan dr. Julyadharma, Sp.MK. Yang udah mendampingi sejak awal masuk rumah sakit, nemenin dan melayani dengan sabar selama Nis dalam masa perawatan, teman diskusi dan pemberi dukungan moril terbaik, Nenek (Mama ku) yang terus-terusan nyalahin biji cabe dan jambu klutuk, Mas Seno yang udah bela-belain datang buat jenguk dan jagain Nisa semalaman, Kakak Tiara yang bersedia mengisi waktu libur Tengah Semesternya buat gantian menunggui Mama di Rumahsakit, Buat Fathan yang tetap konsisten belajar walau Mama tidak bisa mengawasi langsung - Mama dengar Mas bangun jam 1 pagi karena ingat belum mengerjakan PR yang berisi soal latihan ulangan hari itu, Fara-jelita kesayangan Mama, anak manis yang selalu mendoakan mama dari mulut mungilnya. Bangga dan Beruntungnya Nisa memiliki kalian semua. Love U...

Jumat Agung yang terik
30 Maret 2018

Posting Komentar untuk "Pengalaman Menggunakan Laparoskopi pada Kasus Usus Buntu Kronik"