Kenangan Ngunjung Gabus Wetan
Kenangan Ngunjung
Definisi Ngunjung versi saya adalah ritual suroan. membawa makanan ke makam keluarga, biasanya di areal pemakanan umum. Dan makan bersama disana setelah dilakukan doa bersama. Alm emak biasanya memasak sejak pagi buta dan mengangkut makanan itu ke pemakaman desa menggunakan becak.
Biasanya, dari siang hingga larut malam diselenggarakan pagelaran wayang kulit di areal pemakanan. Saya ingat, sepulang sekolah bersama teman berbondong-bondong untuk melihat. Kami berjalan kaki menyusuri jalan raya, ngobrol dan bergurau sepanjang jalan. Awalnya, aku enggak ngerti. Tapi karena penasaran, lalu berusaha menyimak alur cerita. Biasanya diadopsi dari cerita hidup sehari-hari. Aku seolah tersihir dengan wayang-wayang kulit yang ditancapkan di kedebog-tubuh pohon pisang- dan digerakan oleh tangan sang dalang. Senja magrib adalah alaram untuk ku pulang. Kalau tidak, almh emak akan marah. Ada mitos yang beredar, kalau nonton wayang kulit dan tidak berniat sampai selesai, maka segera pulang sebelum wayang berbentuk rumah muncul dalam cerita. Kalo tidak, pulangnya akan dihadang oleh tokoh wayang. Dalam imajinasi anak-anak saya, semar akan mengahadang saya di jalan toang (jalan desa yang gelap dan sepi) dan menyuruh saya kembali lagi ke pemakanan untuk menonton wayang hingga selesai.
Sampai rumah, biasanya aku mendiskusikannya bersama Bapa ulu - kakek ku. Beliau banyak memberikan pengetahun yang tidak ku dapatkan disekolah. Seperti cerita dan tokoh pewayangan, alfabet kuno, melihat tanda alam, menghitung weton hingga membaca tubuh-dikemudian hari saya tau salah satunya itu yang disebut aura.
RIP Emak - semoga khusnul khatimah mak 221014
Sehat terus ya Bapa Ulu
Definisi Ngunjung versi saya adalah ritual suroan. membawa makanan ke makam keluarga, biasanya di areal pemakanan umum. Dan makan bersama disana setelah dilakukan doa bersama. Alm emak biasanya memasak sejak pagi buta dan mengangkut makanan itu ke pemakaman desa menggunakan becak.
Biasanya, dari siang hingga larut malam diselenggarakan pagelaran wayang kulit di areal pemakanan. Saya ingat, sepulang sekolah bersama teman berbondong-bondong untuk melihat. Kami berjalan kaki menyusuri jalan raya, ngobrol dan bergurau sepanjang jalan. Awalnya, aku enggak ngerti. Tapi karena penasaran, lalu berusaha menyimak alur cerita. Biasanya diadopsi dari cerita hidup sehari-hari. Aku seolah tersihir dengan wayang-wayang kulit yang ditancapkan di kedebog-tubuh pohon pisang- dan digerakan oleh tangan sang dalang. Senja magrib adalah alaram untuk ku pulang. Kalau tidak, almh emak akan marah. Ada mitos yang beredar, kalau nonton wayang kulit dan tidak berniat sampai selesai, maka segera pulang sebelum wayang berbentuk rumah muncul dalam cerita. Kalo tidak, pulangnya akan dihadang oleh tokoh wayang. Dalam imajinasi anak-anak saya, semar akan mengahadang saya di jalan toang (jalan desa yang gelap dan sepi) dan menyuruh saya kembali lagi ke pemakanan untuk menonton wayang hingga selesai.
Sampai rumah, biasanya aku mendiskusikannya bersama Bapa ulu - kakek ku. Beliau banyak memberikan pengetahun yang tidak ku dapatkan disekolah. Seperti cerita dan tokoh pewayangan, alfabet kuno, melihat tanda alam, menghitung weton hingga membaca tubuh-dikemudian hari saya tau salah satunya itu yang disebut aura.
RIP Emak - semoga khusnul khatimah mak 221014
Sehat terus ya Bapa Ulu
Bibi dan sepupu ku yang cantik
Posting Komentar untuk "Kenangan Ngunjung Gabus Wetan"