Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ecofeminism versi almh emak

Jaman dulu,  sering ikut almh emak keladang.  Acapkali,  ku lihat emak bercakap-cakap sendiri - tepatnya menyapa padi, pohon mangga,  pohon nangka, pohon pisang dan aneka tumbuhan bunga di areal pesawahan kami. Ku ingat, pada suatu hari,  wabah tikus menyerang padi yang mulai menguning disawah tadah hujan yang hanya panen satu tahun sekali. Semua orang stres.

Aku ingat,  suatu siang,  sambil membawakan makan siang untuk bapa, emak kembali bercakap-cakap seorang diri di galengan sawah miliknya "los,  olih dipangan gah. Tapi tulung sisai nggo kula sing ngurusine" sampai waktu panen tiba,  banyak yang gagal panen. Tapi alhamdullilah, tetap ada gabah yang kami bawa pulang,  walau tidak banyak.

Almh emak ku,  tidak sekolah-karena takut diculik pada saat kependudukan jepang, hanya seorang buruh kasar yang menjual tenaga untuk makan (apa aja dilakoni) dan pengabdi keluarga. Namun,  sekian puluh tahun lalu,  almh emak sepenuhnya paham bahwa hewan dan tumbuhan memiliki jiwa-sama seperti manusia. Maka,  sepantasnya kita memperlakukan makhkuk hidup lain seperti kita ingin diperlakukan.

Emak ku pelaku ecofeminism :)
Emak, nis kangen. semoga khusnul khatimah, mak...

Posting Komentar untuk "Ecofeminism versi almh emak"